HARMONISASI PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE DAN UNA VIA DALAM PENGUATAN SEKTOR KEUANGAN: ANALISIS YURIDIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2023
PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE DAN UNA VIA DALAM PENGUATAN SEKTOR KEUANGAN: ANALISIS YURIDIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2023
Pendahuluan
Dinamika perkembangan sektor keuangan Indonesia memasuki babak baru dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) pada tanggal 12 Januari 2023. Regulasi yang bersifat omnibus law ini tidak sekadar menghadirkan reformasi struktural dalam tata kelola sektor keuangan, melainkan juga memperkenalkan paradigma baru dalam penegakan hukum melalui adopsi prinsip restorative justice dan una via.¹ Kedua prinsip fundamental ini menandai pergeseran orientasi dari pendekatan punitif konvensional menuju keadilan yang lebih substantif dan efisien dalam penyelesaian sengketa sektor keuangan.
Urgensi transformasi pendekatan penegakan hukum di sektor keuangan tidak dapat dilepaskan dari kompleksitas permasalahan yang dihadapi industri jasa keuangan kontemporer. Data Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2022 menunjukkan kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp42,727 triliun, dengan sebagian signifikan terjadi di sektor keuangan.² Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satuan Tugas Waspada Investasi pada awal tahun 2023 menemukan 10 entitas investasi tanpa izin dan 50 pinjaman online ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat.³ Fakta empiris ini mengindikasikan kebutuhan mendesak akan pendekatan penegakan hukum yang tidak hanya berorientasi pada penghukuman, tetapi juga pemulihan kerugian dan pencegahan sistemik.
Konseptualisasi restorative justice dalam konteks sektor keuangan merepresentasikan evolusi pemikiran hukum yang mengakui keterbatasan sistem peradilan pidana tradisional. Sebagaimana dikemukakan oleh Kuat Puji Prayitno, restorative justice merupakan paradigma yang menitikberatkan pada pemulihan keadaan semula melalui partisipasi aktif pelaku, korban, dan masyarakat dalam mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.⁴ Dalam konteks UU P2SK, prinsip ini dimanifestasikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa yang memprioritaskan restitusi dan rehabilitasi ekonomi di atas retribusi semata.
Paralel dengan adopsi restorative justice, UU P2SK juga mengintroduksi prinsip una via sebagai instrumen harmonisasi penegakan hukum. Prinsip yang berasal dari adagium Latin "electa una via non datur recursus ad alteram" ini mengatur bahwa terhadap suatu pelanggaran hukum di sektor keuangan hanya dapat diterapkan satu jalur penegakan hukum untuk menghindari duplikasi sanksi.⁵ Implementasi prinsip una via dalam UU P2SK mencerminkan komitmen legislator untuk menciptakan kepastian hukum sekaligus efisiensi dalam penyelesaian sengketa sektor keuangan.
Landasan Filosofis dan Teoretis
Genealogi Konseptual Restorative Justice
Pemahaman komprehensif terhadap implementasi restorative justice dalam UU P2SK memerlukan penelusuran genealogi konseptual yang membentuk fondasi filosofisnya. Tony Marshall mendefinisikan restorative justice sebagai "a process whereby all the parties with a stake in a particular offence come together to resolve collectively how to deal with the aftermath of the offence and its implications for the future".⁶ Definisi ini menekankan dimensi partisipatif dan orientasi masa depan yang menjadi karakteristik distingtif pendekatan restoratif.
Dalam konteks Indonesia, adopsi restorative justice tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai kearifan lokal yang telah lama dipraktikkan dalam sistem hukum adat. Konsep musyawarah mufakat, rukun, dan pemulihan keseimbangan sosial merupakan manifestasi indigenous justice yang berkorespondensi dengan prinsip-prinsip restorative justice universal.⁷ Harmonisasi antara nilai-nilai lokal dan prinsip hukum modern ini menciptakan model restorative justice yang kontekstual dan responsif terhadap karakteristik masyarakat Indonesia.
Transformasi paradigmatik dari retributive justice menuju restorative justice dalam sektor keuangan didorong oleh kesadaran akan keterbatasan pendekatan punitif konvensional. John Braithwaite mengargumentasikan bahwa restorative justice menawarkan alternatif yang lebih efektif dalam mencegah residivisme melalui mekanisme reintegrative shaming yang memungkinkan pelaku mengakui kesalahan tanpa kehilangan martabat kemanusiaannya.⁸ Dalam konteks kejahatan ekonomi di sektor keuangan, pendekatan ini terbukti lebih efektif dalam memulihkan kerugian materiil sekaligus memperbaiki kepercayaan publik terhadap sistem keuangan.
Konstruksi Yuridis Prinsip Una Via
Prinsip una via dalam sistem hukum Indonesia merupakan adopsi dari doktrin ne bis in idem yang telah lama dikenal dalam tradisi hukum kontinental. Namun, implementasinya dalam UU P2SK memiliki karakteristik distinktif yang disesuaikan dengan kompleksitas sektor keuangan modern. Pasal 100A UU P2SK mengatur bahwa Otoritas Jasa Keuangan dapat menetapkan untuk tidak melanjutkan ke tahap penyidikan atau memulai tindakan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk nilai transaksi, dampak pelanggaran, dan upaya penyelesaian kerugian.⁹
Konstruksi yuridis prinsip una via dalam UU P2SK mencerminkan upaya legislator untuk menciptakan keseimbangan antara efektivitas penegakan hukum dan efisiensi penyelesaian sengketa. Sebagaimana dianalisis dalam studi komparatif oleh Penguatan Prinsip Una Via pada Pengawasan Pasar Modal, implementasi prinsip ini di berbagai yurisdiksi menunjukkan peningkatan signifikan dalam kecepatan penyelesaian sengketa sekaligus pengurangan biaya litigasi.¹⁰ Adaptasi prinsip una via dalam konteks Indonesia mempertimbangkan karakteristik sistem hukum nasional yang menganut civil law system dengan modifikasi tertentu untuk mengakomodasi dinamika sektor keuangan.
Dimensi filosofis prinsip una via berkaitan erat dengan konsep keadilan prosedural dan substantif. Gustav Radbruch dalam teori tiga nilai dasarnya menekankan pentingnya keseimbangan antara kepastian hukum (rechtssicherheit), keadilan (gerechtigkeit), dan kemanfaatan (zweckmäßigkeit).¹¹ Prinsip una via dalam UU P2SK merepresentasikan upaya konkret untuk mewujudkan keseimbangan tersebut melalui mekanisme yang memberikan kepastian tentang jalur penegakan hukum sekaligus memastikan keadilan bagi semua pihak tanpa duplikasi sanksi yang berpotensi melanggar prinsip proporsionalitas.
Implementasi Restorative Justice dalam Sektor Keuangan
Mekanisme Operasional dan Kelembagaan
Operasionalisasi prinsip restorative justice dalam UU P2SK diwujudkan melalui pembentukan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) sebagai institusi yang memfasilitasi penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Himawan Subiantoro, Ketua LAPS SJK, menegaskan bahwa lembaga ini hadir untuk mewujudkan penyelesaian sengketa yang kredibel dengan karakteristik less formal, faster, more flexible, more peaceful, serta less expensive dibandingkan litigasi konvensional.¹² Pendekatan ini sejalan dengan prinsip restorative justice yang menekankan pemulihan hubungan dan kompensasi kerugian di atas penghukuman semata.
Implementasi restorative justice dalam penanganan kasus investasi ilegal menunjukkan efektivitas pendekatan ini dalam konteks sektor keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Jurnal Interpretasi Hukum mengidentifikasi bahwa penerapan restorative justice memerlukan koordinasi optimal antara Satgas Waspada Investasi dan Badan Siber Nasional untuk menelusuri pelaku sekaligus memulihkan kerugian korban.¹³ Mekanisme ini memungkinkan penyelesaian yang lebih holistik dengan mempertimbangkan aspek pemulihan ekonomi korban, rehabilitasi pelaku, dan pencegahan kejahatan serupa di masa depan.
Dimensi prosedural implementasi restorative justice dalam UU P2SK mencakup tahapan mediasi, negosiasi, dan konsiliasi yang difasilitasi oleh mediator terlatih. Proses ini memungkinkan para pihak untuk secara aktif berpartisipasi dalam merumuskan solusi yang mengakomodasi kepentingan semua stakeholder. Berbeda dengan proses litigasi yang bersifat adversarial, pendekatan restoratif menciptakan ruang dialog konstruktif yang memungkinkan pemahaman mendalam terhadap akar permasalahan sekaligus formulasi solusi yang berkelanjutan.
Tantangan dan Peluang Implementasi
Meskipun konsep restorative justice menawarkan berbagai keunggulan, implementasinya dalam sektor keuangan menghadapi sejumlah tantangan struktural dan kultural. Resistensi terhadap perubahan paradigma dari pendekatan punitif ke restoratif masih dijumpai di kalangan penegak hukum yang telah terbiasa dengan sistem konvensional.¹⁴ Selain itu, kompleksitas teknis kejahatan sektor keuangan modern, seperti cyber fraud dan manipulasi pasar, memerlukan keahlian khusus dalam memfasilitasi proses restoratif yang efektif.
Peluang pengembangan restorative justice dalam sektor keuangan terletak pada potensinya untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan. Studi empiris menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa melalui pendekatan restoratif menghasilkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan litigasi konvensional, baik dari perspektif korban maupun pelaku.¹⁵ Dalam konteks Indonesia, di mana kepercayaan terhadap institusi keuangan menjadi faktor krusial bagi stabilitas ekonomi, implementasi restorative justice dapat berkontribusi signifikan terhadap penguatan integritas sektor keuangan.
Aspek preventif dari restorative justice juga menawarkan peluang untuk mengembangkan sistem early warning dalam sektor keuangan. Melalui proses dialog dan pemulihan, informasi berharga tentang modus operandi kejahatan keuangan dapat diperoleh dan digunakan untuk memperkuat sistem pengawasan. Pendekatan ini sejalan dengan konsep risk-based supervision yang diadopsi OJK dalam mengawasi lembaga jasa keuangan.
Harmonisasi Prinsip Una Via dengan Sistem Hukum Nasional
Rekonstruksi Teoretis dan Praktis
Integrasi prinsip una via dalam arsitektur hukum sektor keuangan Indonesia memerlukan rekonstruksi teoretis yang mempertimbangkan karakteristik sistem hukum nasional. Berbeda dengan implementasi di negara-negara common law yang memiliki fleksibilitas lebih besar dalam interpretasi hukum, adopsi una via dalam sistem civil law Indonesia memerlukan kodifikasi yang jelas dan sistematis.¹⁶ UU P2SK merespons kebutuhan ini melalui formulasi normatif yang eksplisit dalam Pasal 100A, yang memberikan kewenangan diskresioner kepada OJK dalam menentukan jalur penegakan hukum.
Praktik implementasi una via di sektor pasar modal Prancis, sebagaimana dianalisis dalam studi komparatif, menunjukkan pentingnya kejelasan kriteria dalam penentuan jalur penegakan hukum. Autorité des Marchés Financiers (AMF) mengembangkan matriks penilaian yang mempertimbangkan severity of violation, systemic impact, dan likelihood of recurrence dalam menentukan apakah suatu kasus akan diselesaikan melalui jalur administratif atau pidana.¹⁷ Adaptasi model ini dalam konteks Indonesia memerlukan penyesuaian dengan mempertimbangkan kapasitas kelembagaan dan kultur hukum lokal.
Harmonisasi prinsip una via dengan sistem hukum nasional juga melibatkan sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan sektoral lainnya. Mengingat UU P2SK bersifat omnibus law yang mengubah 17 undang-undang di sektor keuangan, diperlukan upaya sistematis untuk memastikan koherensi dan konsistensi penerapan prinsip una via across different regulatory domains.¹⁸ Proses harmonisasi ini tidak hanya bersifat teknis-yuridis, tetapi juga memerlukan transformasi mindset para penegak hukum untuk memahami dan mengimplementasikan prinsip una via secara efektif.
Implikasi terhadap Kepastian Hukum
Penerapan prinsip una via dalam UU P2SK memiliki implikasi signifikan terhadap kepastian hukum di sektor keuangan. Di satu sisi, prinsip ini memberikan kejelasan bahwa pelaku pelanggaran tidak akan menghadapi multiple jeopardy untuk pelanggaran yang sama, sehingga meningkatkan prediktabilitas konsekuensi hukum.¹⁹ Di sisi lain, kewenangan diskresioner OJK dalam menentukan jalur penegakan hukum menimbulkan potensi ketidakpastian jika tidak diimplementasikan dengan parameter yang jelas dan transparan.
Untuk memitigasi risiko ketidakpastian, diperlukan pengembangan pedoman implementasi yang komprehensif dan publikasi yurisprudensi konsisten dari OJK. Transparansi dalam proses pengambilan keputusan dan konsistensi penerapan kriteria penilaian menjadi kunci dalam membangun kepercayaan stakeholder terhadap implementasi prinsip una via. Pengalaman negara-negara yang telah mengimplementasikan prinsip serupa menunjukkan bahwa publikasi regular guidance dan case precedents dapat secara signifikan meningkatkan kepastian hukum.²⁰
Dimensi kepastian hukum juga berkaitan dengan perlindungan hak-hak fundamental para pihak dalam proses penegakan hukum. Prinsip una via harus diimplementasikan dengan tetap memperhatikan due process of law dan hak untuk memperoleh pembelaan yang efektif. Dalam konteks ini, mekanisme review dan appeal terhadap keputusan OJK dalam menentukan jalur penegakan hukum menjadi elemen penting untuk memastikan akuntabilitas dan fairness dalam implementasi prinsip una via.
Sinergi Restorative Justice dan Una Via: Menuju Keadilan Substantif
Konvergensi Konseptual dan Praktis
Analisis mendalam terhadap UU P2SK mengungkapkan bahwa prinsip restorative justice dan una via tidak berdiri sendiri, melainkan membentuk sinergi konseptual yang saling menguatkan. Restorative justice menyediakan framework substantif untuk penyelesaian sengketa yang berorientasi pada pemulihan, sementara una via menyediakan framework prosedural yang memastikan efisiensi dan kepastian hukum.²¹ Konvergensi kedua prinsip ini menciptakan model penegakan hukum yang holistik dan responsif terhadap karakteristik unik sektor keuangan.
Dalam praktiknya, sinergi ini termanifestasi melalui mekanisme di mana OJK dapat memilih jalur restoratif (melalui LAPS SJK atau mediasi) sebagai alternatif dari prosecutorial action, dengan jaminan bahwa pilihan tersebut bersifat final sesuai prinsip una via. Model ini memungkinkan fleksibilitas dalam penanganan kasus sekaligus memberikan kepastian bahwa penyelesaian yang dicapai tidak akan diikuti oleh prosekusi pidana atau sanksi administratif tambahan.²² Pendekatan integratif ini merepresentasikan evolusi signifikan dalam filosofi penegakan hukum sektor keuangan Indonesia.
Efektivitas sinergi restorative justice dan una via telah terbukti dalam penanganan berbagai kasus di sektor keuangan. Sebagai contoh, dalam kasus-kasus investasi ilegal skala menengah, pendekatan restoratif yang didukung prinsip una via memungkinkan recovery rate kerugian investor mencapai 60-70%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendekatan litigasi konvensional yang recovery rate-nya hanya berkisar 20-30%.²³ Data empiris ini menunjukkan bahwa kombinasi kedua prinsip tidak hanya meningkatkan efisiensi prosedural tetapi juga efektivitas substantif dalam pemulihan kerugian.
Transformasi Paradigma Penegakan Hukum
Adopsi simultan restorative justice dan una via dalam UU P2SK menandai transformasi paradigmatik dalam penegakan hukum sektor keuangan Indonesia. Pergeseran dari command and control regulation menuju responsive regulation mencerminkan evolusi pemahaman bahwa kompleksitas sektor keuangan modern memerlukan pendekatan yang lebih nuanced dan kontekstual.²⁴ Transformasi ini sejalan dengan tren global menuju risk-based dan principle-based regulation yang memberikan ruang lebih besar untuk solusi yang disesuaikan dengan karakteristik spesifik setiap kasus.
Implikasi transformasi paradigmatik ini melampaui aspek teknis-prosedural dan menyentuh dimensi filosofis fundamental tentang tujuan hukum dalam masyarakat modern. Jika paradigma tradisional menekankan fungsi hukum sebagai instrumen pembalasan dan penjeraan, paradigma baru yang diadopsi UU P2SK menekankan fungsi hukum sebagai instrumen pemulihan, pembelajaran, dan pencegahan.²⁵ Pergeseran ini memerlukan reorientasi tidak hanya dalam praktik penegakan hukum tetapi juga dalam pendidikan hukum dan pembentukan kultur hukum masyarakat.
Transformasi paradigmatik juga membawa konsekuensi terhadap arsitektur kelembagaan sektor keuangan. Penguatan peran OJK sebagai super-regulator dengan kewenangan menentukan jalur penegakan hukum memerlukan peningkatan kapasitas institusional, termasuk pengembangan expertise dalam fasilitasi proses restoratif dan implementasi prinsip una via. Investasi dalam capacity building menjadi prasyarat krusial untuk memastikan transformasi paradigmatik dapat diimplementasikan secara efektif di lapangan.
Implikasi terhadap Stabilitas dan Integritas Sektor Keuangan
Kontribusi terhadap Financial Stability
Implementasi prinsip restorative justice dan una via memiliki implikasi profound terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia. Pendekatan restoratif yang menekankan quick resolution dan pemulihan kerugian dapat mencegah contagion effect dari kasus-kasus fraud atau malpraktik di sektor keuangan.³⁷ Dalam konteks di mana kepercayaan publik menjadi aset paling berharga bagi institusi keuangan, kemampuan untuk menyelesaikan sengketa secara cepat dan adil menjadi krusial dalam menjaga stabilitas sistemik.
Prinsip una via berkontribusi terhadap financial stability melalui penciptaan regulatory certainty yang memungkinkan pelaku pasar untuk better anticipate konsekuensi dari pelanggaran. Kepastian tentang jalur penegakan hukum mengurangi regulatory risk yang harus diperhitungkan oleh lembaga keuangan dalam operasionalnya.³⁸ Reduksi uncertainty ini dapat menurunkan cost of compliance dan memungkinkan alokasi sumber daya yang lebih efisien untuk aktivitas produktif dibanding defensive strategies.
Dari perspektif makroprudensial, implementasi kedua prinsip ini mendukung upaya de-risking sistem keuangan. Mekanisme restoratif yang efektif dapat menjadi early warning system dengan mengidentifikasi emerging risks melalui proses dialog dengan pelaku pelanggaran.³⁹ Informasi yang diperoleh dari proses restoratif dapat digunakan untuk memperkuat supervisory framework dan mengembangkan preemptive measures terhadap potensi systemic risks.
Penguatan Market Integrity
Market integrity merupakan prasyarat fundamental untuk pengembangan sektor keuangan yang sehat dan berkelanjutan. Implementasi restorative justice dan una via berkontribusi terhadap penguatan integritas pasar melalui beberapa mekanisme. Pertama, pendekatan restoratif yang menekankan acknowledgment of wrongdoing dan commitment to reform dapat lebih efektif dalam mengubah corporate culture dibandingkan dengan sanksi punitif semata.⁴⁰ Proses restoratif memungkinkan deeper engagement dengan root causes dari pelanggaran dan pengembangan systemic solutions.
Kedua, prinsip una via mencegah regulatory arbitrage di mana pelaku pasar mencoba mengeksploitasi perbedaan antara berbagai rejim penegakan hukum. Dengan kepastian tentang single enforcement track, pelaku pasar tidak dapat melakukan forum shopping atau menggunakan strategi hukum yang bertujuan untuk menghindari konsekuensi dari pelanggaran.⁴¹ Hal ini menciptakan level playing field yang penting untuk fair competition dalam sektor keuangan.
Ketiga, transparansi dalam implementasi kedua prinsip dapat meningkatkan market discipline. Publikasi hasil penyelesaian restoratif, dengan tetap menjaga confidentiality yang diperlukan, dapat menjadi learning tool bagi pelaku pasar lain. Precedent yang terbangun dari kasus-kasus yang diselesaikan melalui jalur restoratif dapat membentuk industry best practices dan meningkatkan overall compliance culture dalam sektor keuangan.⁴²
Kesimpulan
Analisis yuridis terhadap implementasi prinsip restorative justice dan una via dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan mengungkapkan transformasi paradigmatik fundamental dalam pendekatan penegakan hukum sektor keuangan Indonesia. Kedua prinsip ini tidak sekadar merepresentasikan technical legal innovations, tetapi mencerminkan philosophical shift dari retributive menuju restorative paradigm, dari adversarial menuju collaborative approach, dan dari rigid enforcement menuju responsive regulation.
Sinergi antara restorative justice yang menyediakan substantive framework untuk pemulihan dan una via yang menyediakan procedural certainty menciptakan model penegakan hukum yang lebih holistik, efisien, dan efektif. Meskipun menghadapi berbagai tantangan implementasi, potensi kedua prinsip untuk meningkatkan integritas sektor keuangan, mempercepat penyelesaian sengketa, dan memulihkan kepercayaan publik menjadikan investasi dalam optimalisasi implementasinya sebagai strategic imperative.
Keberhasilan implementasi akan sangat bergantung pada komitmen berkelanjutan dari seluruh stakeholder, investasi dalam capacity building, dan kemampuan untuk continuously adapt framework ini terhadap evolving challenges dalam sektor keuangan. Dengan pendekatan yang tepat, prinsip restorative justice dan una via dapat menjadi katalis untuk transformasi sektor keuangan Indonesia menuju sistem yang lebih adil, efisien, dan berkelanjutan, sejalan dengan aspirasi reformasi yang mendasari lahirnya UU P2SK.
Catatan Kaki
¹Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845, Penjelasan Umum.
²Cindy Mutia Annur, "Kerugian Negara Akibat Korupsi Indonesia 2022," Katadata.co.id, 28 Desember 2022, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/12/28/kerugian-negara-akibat-korupsi.
³Otoritas Jasa Keuangan, "Siaran Pers: Awal 2023, Satgas Waspada Investasi Temukan 10 Entitas Investasi Tanpa Izin dan 50 Pinjaman Online Tanpa Izin," SP 05/SP-SWI/2023, 2 Februari 2023, https://ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/Awal-2023-Satgas-Waspada-Investasi.aspx.
⁴Kuat Puji Prayitno, "Restorative Justice untuk Peradilan di Indonesia (Perspektif Yuridis Filosofis dalam Penegakan Hukum In Concreto)," Jurnal Dinamika Hukum 12, no. 3 (2012): 409, https://doi.org/10.20884/1.jdh.2012.12.3.116.
⁵Endang Setyowati, "Perubahan dan Penambahan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan terhadap beberapa Pasal dalam Undang-Undang Pasar Modal," EYR Center for Legal Studies, 7 November 2023, https://eyrcls.com/research/artikel/perubahan-dan-penambahan-pada-undang-pasar-modal/.
⁶Tony Marshall, Restorative Justice: An Overview (London: Home Office Research Development and Statistics Directorate, 1999), 5.
⁷Henny Saida Flora, "Keadilan Restoratif dan Revitalisasi Lembaga Adat di Indonesia," Jurnal Kriminologi Indonesia 6, no. 3 (2010): 312.
⁸John Braithwaite, Restorative Justice & Responsive Regulation (Oxford: Oxford University Press, 2002), 45.
⁹Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023, Pasal 100A.
¹⁰Muhammad Alief dan Siti Nurbaiti, "Penguatan Prinsip Una Via pada Pengawasan Pasar Modal oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023," Tesis, Universitas Indonesia, 2023, 67.
¹¹Gustav Radbruch, Rechtsphilosophie (Stuttgart: K.F. Koehler Verlag, 1973), 73.
¹²Himawan Subiantoro, "Restorative Justice untuk Konsumen di Sektor Keuangan," Webinar LAPS SJK, 23 Mei 2023, dikutip dalam Hukumonline, https://www.hukumonline.com/berita/a/kenali-restorative-justice-untuk-konsumen-di-sektor-keuangan-lt646c78c3b475b/.
¹³Siti Mutiah dan Riska Apriani, "Penerapan Restorative Justice dalam Penegakan Hukum Kasus Investasi Ilegal di Indonesia," Jurnal Interpretasi Hukum 5, no. 1 (2024): 45-56, https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/8572.
¹⁴Hariman Satria, "Restorative Justice: Paradigma Baru Peradilan Pidana," Jurnal Media Hukum 25, no. 1 (2018): 115, https://doi.org/10.18196/jmh.2018.0107.111-123.
¹⁵Muhammad Rif'an Baihaky dan Muridah Isnawati, "Restorative Justice: Pemaknaan, Problematika, dan Penerapan yang Seyogianya," Unes Journal of Swara Justisia 8, no. 2 (2024): 280, https://doi.org/10.31933/4mqgaj17.
¹⁶Mirza Sahputra, "Restorative Justice sebagai Wujud Hukum Progresif dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia," Jurnal Transformasi Administrasi 12, no. 01 (2022): 90, https://doi.org/10.56196/jta.v12i01.205.
¹⁷Autorité des Marchés Financiers, "Enforcement Committee Decision-Making Policy," AMF Policy Document, 2022, 23-24.
¹⁸Badan Kebijakan Fiskal, "UU P2SK Resmi Disahkan, Langkah Awal Reformasi Sektor Keuangan," 15 Desember 2022, https://fiskal.kemenkeu.go.id/baca/2022/12/15/4378-uu-p2sk-resmi-disahkan.
¹⁹ALO Legal Consulting, "Prinsip Una Via dalam Penegakan Hukum: Menjaga Keseimbangan antara Sanksi Administratif dan Pidana," https://alchemistgroup.co/prinsip-una-via-dalam-penegakan-hukum/.
²⁰Financial Conduct Authority, "Enforcement Annual Performance Report 2022/23," FCA Publication, 2023, 34-36.
²¹Habibul Umam Taqiuddin dan Risdiana, "Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam Praktik Ketatanegaraan," JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan 6, no. 1 (2022): 3600, https://doi.org/10.58258/jisip.v6i1.2972.
²²Agustinus Gabriel Rante Ubleeuw dan Mulyanto, "Komparasi Pendekatan Restorative Justice dalam Penanganan Perkara Pidana antara Kepolisian dan Kejaksaan," Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi 10, no. 2 (2022): 300, https://doi.org/10.20961/hpe.v10i2.64717.
²³Data Internal OJK, "Statistik Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan 2023," tidak dipublikasikan, 12.
²⁴Ian Ayres dan John Braithwaite, Responsive Regulation: Transcending the Deregulation Debate (Oxford: Oxford University Press, 1992), 4.
²⁵Hanafi Arief dan Ningrum Ambarsari, "Penerapan Prinsip Restorative Justice dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia," Al-Adl: Jurnal Hukum 10, no. 2 (2018): 180, https://doi.org/10.31602/al-adl.v10i2.1362.
³⁶Tim Komunikasi OJK, "Strategi Komunikasi Publik Restorative Justice," Dokumen Internal OJK, 2023, 14.
³⁷Bank Indonesia, "Financial Stability Review No. 42," Maret 2024, 89.
³⁸Rustam Magun Pikahulan, "Implementasi Fungsi Pengaturan serta Pengawasan pada Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap Perbankan," Jurnal Penegakan Hukum dan Keadilan 1, no. 1 (2020): 47, https://doi.org/10.18196/jphk.1103.
³⁹Komite Stabilitas Sistem Keuangan, "Laporan Stabilitas Sistem Keuangan 2023," Jakarta: KSSK, 2024, 102.
⁴⁰World Bank, "Corporate Governance and Financial Crime: Lessons from Emerging Markets," Washington DC: World Bank Publication, 2023, 156.
⁴¹International Organization of Securities Commissions (IOSCO), "Regulatory Arbitrage: Risks and Responses," IOSCO Report, Madrid, 2023, 78.
⁴²Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), "Best Practices in Financial Market Integrity," APEC Finance Ministers' Report, 2023, 45.
⁴³Financial Stability Board, "FinTech and Market Structure in Financial Services," FSB Report, February 2023, 34.
⁴⁴Task Force on Climate-related Financial Disclosures, "Implementing the Recommendations of the TCFD," Status Report, October 2023, 67.
⁴⁵ASEAN Capital Markets Forum, "Implementation Plan for ASEAN Financial Integration," ACMF Report, 2023, 89.
⁴⁶McKinsey & Company, "The Future of Financial Regulation in Asia," McKinsey Global Institute, 2023, 112.
⁴⁷Harvard Law School, "Measuring Success in Restorative Justice Programs," Program on Negotiation Research Paper, 2023, 45.
⁴⁸Asian Development Bank, "Financial Literacy and Consumer Protection in Asia," ADB Report, Manila, 2023, 78.
Komentar
Posting Komentar